Suku Dayak Dusun adalah salah satu etnis Dayak terbesar di Kalimantan Tengah yang mendominasi wilayah pesisir (pantai) aliran sungai Barito (dari Barito Selatan sampai dengan Murung Raya). Namun demikian banyak dari sub suku ini menyangkal bahwa mereka berasal dari suku Dusun.
Suku Dayak Dusun dengan nama yang sama juga terdapat di negeri Sabah, tetapi berbeda rumpun yaitu masing dari rumpun Dayak Ot Danum dan Murut.
Ritual Adat Dayak Dusun : Upacara Wara
Wara merupakan ritual upacara dalam rangka membagikan bagian harta benda kepada arwah kakek, nenek atau orangtua atau saudara dari keluarga – keluarga penyelenggara upacara wara yang telah meninggal satu atau dua tahun yang lalu. Pembagian harta benda tersebut dilambangkan dalam bentuk sesajen berupa makanan dan minuman sesuai makanan kebiasaan arwah orang yang diupacarai tersebut. Yang menjadi wadian wara atau petugas khusus berhubungan dengan roh jiwa orang meninggal yang di upacarai adalah Wadian wara dengan kostum pakai ikat kepala putih.
Wadian Wara dibantu oleh pelayan-pelayannya yang disebut Pangading. Mereka melakukan upacara demi upacara, misalnya ; makan diau (memberi makan arwah), dan nutui lalan diau nuju gunung lumut ( mengantar arwah dalam perjalanan ke surga). Prosesi hari pertama adalah ngamaner wara artinya menyerahkan segala sesuatu yang berhubungan dengan roh yang diupacarai kepada wadian wara.
Proses pada hari kedua sampai hari ke tiga adalah keluarga penyelenggara menerima tamu baik dari desa sendiri maupun dari desa sekelilingnya, yakni tokoh-tokoh masyarakat.
Hari keempat acara Babea-Babebe yakni acara membuat ansak berupa anyaman bambu sedemikian rupa sebanyak arwah yang diupacarai wara, untuk tempat sesaji setelah dilakukan pembunuhan kerbau besoknya pada hari kelima. Tokoh yang hadir pada hari kelima adalah, Ketua Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan, pejabat Pemerintahan setempat.
Sebelum penusukan kerbau, ada ritual main judi dan sabung ayam ala Liau (roh yang telah meninggal) antara manusia dengan Roh yang telah meninggal, serta permainan Tinak Santukep. Pembunuhan kerbau dilakukan oleh petugas dari keluarga – keluarga yang diupacarai dengan ditusuk menggunakan lading atau badik atau pisau lancip sedangkan kerbaunya diikat pada Pantogor yakni patung arwah yang diupacarai terbuat dari kayu ulin setinggi lebih kurang 3 meter yang ditancap di tanah lapang. Selesai pembunuhan kerbau dilanjutkan dengan memasak dan makan bersama tamu undangan. Sesaji yang telah ditaruh di atas ansak seperti yang disebut diatasa dan harta benda lainnya diantar ke kuburan oleh masing-masing keluarga pada hari keenam atau hari terakhir wara.
Pekuburan tempat bersemayamnya tulang-belulang nenek moyang kaum keluarga disebut Si’at yang rata-rata diberi atap dengan 4 tiang penyangga, tetapi ada juga yang disemayamkan di Kariring semacam kotak mayat memuat beberapa tulang belulang mayat keluarga ditempatkan diketinggian lebih kurang 3 meter dari permukaan tanah. Upacara ngariring lebih besar dari upacara wara.
Sumber : wikipedia
Kebudayaan Masyarakat Dayak Maanyan
Sumber Rinson Balantek
SEJARAH SUKU
SEJARAH SUKU
1.a. Berbicara untuk memahami Kebudayaan Dayak Maanyan sekarang bukanlah mudah. Perubahan begitu cepat yang telah dialami suku ini terutama setelah lebih setengah abad berlalu. Nilai -nilai telah bergeser dan berubah, karena pengaruh yang masuk ke tengah-tengah masyarakatnya. Pengaruh Pemerintah Belanda, Jepang, zaman pergolakan hingga tercapainya kemerdekaan bangsa kita, zaman Orde Baru dan setelah keruntuhan orde baru sampai Pemerintahan saat ini.
Sumbangan berupa pemikiran terutama bagi peminat serta bersedia mau membangun dan mengembangkan masyarakat Dayak Maanyan sangat diharapkan pada masa ini. Terutama mendampingi mereka dalam gejolak perubahan tajam meninggalkan kepercayaan lama dari benturan-benturan yang mungkin merugikan. Jalan yang memungkinkan dengan memperhatikan sejarah, adat kebiasaan dan budaya suku ini.
Menurut F. Ukur kelompok ini berasal dari Asia Selatan termasuk Proto Melayu. Dari ceritera yang dituturkan oleh Wadian Matei dalam upacara kematian Marubia Kiyaen, kelompok suku ini pernah melewati Sri Bagawan dan kota Lingga. Di dalam Kiyaen itu, tidak pernah disebut-sebut nama-nama tempat di Sumatera dan Jawa.
Kiyaen adalah kisah perjalanan suku ini. Besar kemungkinan melalui atau melewati Kalimantan bagian Utara memakai Banung atau bahtera, kemudian menyusuri pantai timur Kalimantan, Selat Makassar. Banung mereka ada yang sesat ke Pilipina selatan, ada pula singgah di Tanjung Pamukan dan kemudian dikenal dengan Dayak Sumihin menempati Tanah Gerogot selatan.
Dikisahkan bahwa rombongan utama yang dipimpin oleh Datuk Sigumpulan dan isterinya Dara Sigumpulan tiba disuatu tempat yang bernama Gusung Kadumanyan atau Gusung Malangkasari tidak jauh dari Ujung Panti di tepi sungai Barito. Tidak diketahui dengan jelas mengapa kelompok ini berpindah-pindah dari sana ke Bakumpai Lawas, Jengah Tarabang, Katuping Baluh, Bamban Sabuku, Kupang Sundung, Unsum Ruang, Eteen (Balangan) dan kemudian Nan Sarunai.
Nan Sarunai menjadi tempat yang makmur dan maju. Tata pemerintahan sudah teratur. Diperkirakan letaknya di sekitar Banua Lawas, Pasar Arba di hilir Kelua sekarang.
Pemerintahannya dipegang oleh semacam dewan, terdiri dari 40 orang yang mempunyai keahlian masing-masing. Sebagai pimpinan pemerintahan pada masa itu adalah Ambah Jarang dengan dibantu oleh 7 orang Uria dan 12 orang Patis.
Ketika Nan Sarunai mencapai puncak kemajuannya, tiba-tiba diserang oleh pasukan dari Jawa. Kejadian tersebut terkenal dengan ungkapan "Nan Sarunai hancur, usak Jawa".
Sumbangan berupa pemikiran terutama bagi peminat serta bersedia mau membangun dan mengembangkan masyarakat Dayak Maanyan sangat diharapkan pada masa ini. Terutama mendampingi mereka dalam gejolak perubahan tajam meninggalkan kepercayaan lama dari benturan-benturan yang mungkin merugikan. Jalan yang memungkinkan dengan memperhatikan sejarah, adat kebiasaan dan budaya suku ini.
Menurut F. Ukur kelompok ini berasal dari Asia Selatan termasuk Proto Melayu. Dari ceritera yang dituturkan oleh Wadian Matei dalam upacara kematian Marubia Kiyaen, kelompok suku ini pernah melewati Sri Bagawan dan kota Lingga. Di dalam Kiyaen itu, tidak pernah disebut-sebut nama-nama tempat di Sumatera dan Jawa.
Kiyaen adalah kisah perjalanan suku ini. Besar kemungkinan melalui atau melewati Kalimantan bagian Utara memakai Banung atau bahtera, kemudian menyusuri pantai timur Kalimantan, Selat Makassar. Banung mereka ada yang sesat ke Pilipina selatan, ada pula singgah di Tanjung Pamukan dan kemudian dikenal dengan Dayak Sumihin menempati Tanah Gerogot selatan.
Dikisahkan bahwa rombongan utama yang dipimpin oleh Datuk Sigumpulan dan isterinya Dara Sigumpulan tiba disuatu tempat yang bernama Gusung Kadumanyan atau Gusung Malangkasari tidak jauh dari Ujung Panti di tepi sungai Barito. Tidak diketahui dengan jelas mengapa kelompok ini berpindah-pindah dari sana ke Bakumpai Lawas, Jengah Tarabang, Katuping Baluh, Bamban Sabuku, Kupang Sundung, Unsum Ruang, Eteen (Balangan) dan kemudian Nan Sarunai.
Nan Sarunai menjadi tempat yang makmur dan maju. Tata pemerintahan sudah teratur. Diperkirakan letaknya di sekitar Banua Lawas, Pasar Arba di hilir Kelua sekarang.
Pemerintahannya dipegang oleh semacam dewan, terdiri dari 40 orang yang mempunyai keahlian masing-masing. Sebagai pimpinan pemerintahan pada masa itu adalah Ambah Jarang dengan dibantu oleh 7 orang Uria dan 12 orang Patis.
Ketika Nan Sarunai mencapai puncak kemajuannya, tiba-tiba diserang oleh pasukan dari Jawa. Kejadian tersebut terkenal dengan ungkapan "Nan Sarunai hancur, usak Jawa".
Sebagian kecil penduduknya melarikan diri dan membangun tempat baru diberi nama "Batang Helang Ranu". Karena tidak aman Batang Helang Ranu itupun ditinggalkan, lalu menyebar ke daerah Barito Timur dengan pembagian Paju IV, Paju X dan Banua Lima.
Sekitar abad ke 16 datanglah Lebai Lamiyah meng-Islamkan, kecuali Paju IV, sampai ke Kampung Sarapat. Itulah sebabnya di daerah Paju IV masih ada Hukum Kematian dengan membakar tulang dan mayat. Karena ajaran-ajaran agama Islam sangat berbeda dengan adat istiadat dan kebudayaan mereka, maka kembalilah mereka ke status kepercayaan asli mereka semula. Akibatnya disana sini ada perubahan termasuk tak ada "Mapui" atau Pembakaran Mayat.
Penghujung abad ke 18 Belanda dapat dengan mudah berkuasa atas kelompok yang sangat mencintai kedamaian dan ketentraman ini. Kemudian diikuti oleh penyebaran agama Kristen Protestan. Masih pada ujung abad itu sudah ada diantara penduduk yang dibaptis oleh Pendeta Tromp dari Zending Bremen. Agama Kristen merambat masuk melalui Kuala Kapuas. Misi itu diikuti dengan mendirikan gedung gereja di Tamianglayang tahun 1933 dan sekolah Rakyat di beberapa kampung. Semula menempati Kampung Beto, kemudian Murutuwu, akan tetapi kampung tersebut menolak misi itu.
Dengan dibukanya sekolah tadi maka daerah ini menerima perubahan yang sangat berarti. Melalui pendidikan kemudian, orang Maanyan mulai masuk dan menjadi Kristen yang dikenal dengan "Ulun Ungkup", sedang yang menjadi Islam karena perkawinan dan hal lain disebut "Ulun Hakei".
kata Maanyan masih simpang siur mengartikannya. "Ma" artinya ke dan "anyan" berarti tanah kering dan berpasir. Jadi orang yang mendiami tanah kering dan berpasir, tetapi ada juga yang berpendapat dan mengartikan, ialah orang yang mendiami Gusung Kadumanyan.
Kelompok ini sudah mengenal bertani ladang dengan memperhatikan bintang "Awahat". Mata pencaharian lain yakni berburu, menangkap ikan, membuat perahu dan lain-lain. Ketika ini tetap berladang, berkebun karet, rotan dan buah-buahan dan berternak babi. Jika dahulu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sekarang sudah merupakan tambahan nilai ekonomis.
Sebelum perang dunia kedua sudah banyak keluar untuk mencari lahan baru dan lebih subur. Disamping hutan merupakan sumber usaha tambahan. Mengumpulkan hasil hutan dan usaha membuat perahu. Karena hutan semakin menipis, maka pertanda kemunduran bagi hidup dan kehidupan mereka. Kemana lagi? kini lebih 40% menjadi buruh dan pegawai meninggalkan tempat asal mereka, menyebar kemana-mana.
1b. Suku Dayak Maanyan tidak mengenal raja. Pemimpin merupakan Kepala Suku. Yang menjadi pemimpin karena kecakapan, jujur, adil, dan berani. Pemimpin yang lalim tak akan terpilih. Pemilihan melalui musyawarah kemudian didudus atau dinobatkan. Di dalam pendudusan ia harus berjanji berlaku jujur dan adil.Pemimpin tertinggi disebut Damung merangkap Uria. mengatur pemerintahan merangkap menjadi Panglima atau orang kebal,menjaga keamanan. Penghulu atau Kepala Adat mengatur jalan dan ketaatan Hukum Adat. Balian atau Wadian melaksanakan kepercayaan. Pada waktu ini hanya ada Kepala Adat dengan beberapa orang anggotanya terdiri dari Mantir dang Penghulu, termasuk para Balian. Sedangkan Kampung dipimpin oleh Kepala Kampung. Kepala Kampung sekarang lebih terpilih dari kehendak Pemerintah ketimbang pilihan rakyatnya.
2.a. Kepala Adat dan Penghulu bertanggung jawab dibidang Adat, melaksanakan, mengatur agar tidak salah menurut kebiasaan adat. Dalam pelaksanaan selalu melalui musyawarah termasuk harus disaksikan oleh Kepala Kampung.
2.b. Pada Suku Dayak Maanyan sejak anak masih di dalam kandungan ada upacaranya : Naranang bila anak dalam rahim sudah meningkat 7 bulan, terutama pada kelahiran atau kehamilan yang pertama kali. Kemudian ada upacara "Malas Bidan" dan memberi nama berlaku sesudah tanggal tali pusat si bayi. Dan ada lagi pesta "Nganrus ia" atau "Mubur Walenun"atau pesta turun mandi. Ketiga upacara tersebut selamanya memakai Balian.
2.c. Masalah perkawinan : Orang Maanyan memandang perkawinan itu luhur dan suci, karenanya diusahakan semeriah mungkin, memenuhi segala ketentuan adat yang berlaku. Dibebani dengan persyaratan yang harus diindahkan. Pada dasarnya Suku Dayak Maanyan tidak menyukai Poligami. Diusahakan pasangan yang seimbang, tidak sumbang. Perkawinan yang terbaik jika melalui kesepakatan antara kedua orang tua. Kebanyakan perkawinan masa lalu diusahakan oleh orang tua. Kini kebebasan memilih sudah tidak menjadi soal lagi. Dahulu yang menjadi ukuran orang tua, turunan, perilaku, rajin, dan terampil bekerja dirumah atau di ladang. Untuk wanita harus pandai memasak, menganyam dan kerajinan lain didalam rumah tangga. Sekarang sesuai dengan kebebasan mereka, serta sejauh rasa tanggung jawab masing-masing.
Tahap pertama keinginan kedua belah pihak disetujui oleh orang tua masing-masing, kemudian bisik kurik, pertunangan atau peminangan, menentukan waktu terbaik dan biayanya. Sedangkan biaya pada waktu ini ditetapkan ditanggung bersama, tidak seperti dahulu sangat ditentukan oleh pihak wanita.
Pesta perkawinan yang agak besar disebut "Nyumuh Wurung Jue" yakni meriah dan bergengsi. Bila perkawinan ini sumbang harus disediakan Hukum Adat "Panyameh Tutur" supaya bisa diselesaikan. Hampir semua orang pasti menghendaki cara perkawinan yang terbaik yakni melalui "Tunti-Tarutuh" atau jalan meminang si gadis.
Cara-cara lain yang kurang terhormat yaitu melalui "Ijari" cara "Mudi" dan cara yang tidak terpuji melalui "Sihala", "Mangkau" dan cara kawin "Lari"
2.c. Kematian bagi setiap orang sungguh mengerikan, menyedihkan dan menakutkan sebab harus berpisah dengan kaum keluarga yang dicintai dan disayangi. Namun semua harus diselesaikan sesuai adat dan rukun kematian itu sendiri. Meskipun yang meninggal karena karam atau mati di negeri lain, upacaranya tanpa jasad tetapi sudah cukup dengan pakaian, rambut atau kuku si mati. Upacaranya disesuaikan dengan kemampuan keluarga, meskipun semua pekerjaan maupun biayanya didapat dari sumbangan dan bantuan seluruh keluarga bahkan oleh penduduk kampung.
Upacara kematian yang lengkap disebut Marabia, Ijambe dan Ngadaton untuk tingkat terhormat. Harus dilaksanakan secara lengkap menurut adat agar sampai ke Datu Tunyung (sorga). Bila tidak arwah atau adiau bisa gentayangan tidak sampai ke tempat tujuan.
Balian atau Wadian Matei sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang berliku-liku agar sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan, kecukupan tak berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras, beras pulut, jelai, telur, ayam kecil dan besar, babi bahkan kerbau.
Lama pelaksanaan dari satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia, untuk Ngadaton dan Ijambe ada nama tambahan lagi.
Pelaksanaan upacara siang malam dapat selesai berkat kegotongroyongan dan semangat kebersamaan yang tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya, tenaga dan waktu maupun perhitungan ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu Tunyung. Perbuatan kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan dengan arwah lain yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia karena menjadi bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang telah meninggal mendahului mereka.
2.d. Sebelum memulai tahun perladangan, segala upacara untuk masalah kematian dan upacara syukuran harus sudah selesai dilaksanakan. Jika tidak, sangat berbahaya dan merugikan untuk keselamatan keluarga seisi kampung dan padi yang akan ditanam. Semua upacara harus ditutup mengadakan "Ipaket" atau "Ibubuhan" dengan tujuan menolak bala bencana untuk tahun depan. Semua roh jahat harus diberi bagian, agar dapat bekerja dengan tenteram dan keluarga dijauhkan dari sampar dan sebagainya. Upacara diadakan pada malam hari penuh seperti Nyepi di Bali. Artinya, tidak membunuh, tidak memotong kayu/pohon, menumbuk dan membuat ingar bingar di kampung sehari penuh.
2.e. Adat istiadat dalam keluarga :
Orang tua sangat berperan dan menentukan di dalam keluarga. Dalam hal ini juga dapat dibantu oleh Kakah atau Itak. perilaku, tutur kata dengan contoh dan teladan demikian belajar bekerja untuk menolong orang tua sangat diutamakan. menanam rasa hormat dan taat serta tertib menggunakan waktu, pagi buta sudah ke kebun atau ke ladang, pulang bila hari sudah gelap. Sebutir padi tak boleh jatuh ke tanah, sebiji nasi tak boleh jatuh ke tikar dan bangun harus mendahului margasatwa di hutan. Menjawab kata suara lembut, lewat didepan orang tua harus membungkuk. yang kakak melindungi dan dihormati dan adik harus menghargai.
Kakak laki-laki akan menjadi "Usbah Bungkut" yakni melindungi harta milik yang ada di luar rumah. Sedangkan jika kakak perempuan harus menuntun adik-adiknya dan melatih menjadi pemimpin di dalam rumah. Dia disebut "Taragaan" tugasnya menjaga, memelihara milik dan harta di dalam rumah. Hormat dan kepatuhan terjaga sejauh mana "Uruk ajar" oleh orang tua mereka. Bila melanggar nasihat dan ajaran oran tua dia akan menerima : Panalaen, kuta dusa dulat dan segalamacam bencana dari Talamana. Ini diartikan sama dengan hukum karma, hanya saja dosa yang besar, bila disebut mati tidak diterima bumi.
Orang Dayak Maanyan memandang kedudukan dan martabat anak laki dan perempuan sama.
2.f. Soal Warisan :
Sebab kedudukan anak laki-laki sama dengan perempuan, maka pembagian berupa waris sama. Bila orang tua merasa perlu, harta kekayaan, tanah dan kebun sudah dapat ditentukan lebih dahulu dan dihadapi oleh "Usbah Pulau". Jarang terjadi suara Usbah Bungkut diingkari oleh saudara-saudaranya. Kerukunan dan musyawarah adalah merupakan kekayaan sebagian besar keluarga Dayak Maanyan, dimana keadilan sangat dijunjung tinggi.
2.g. Pergaulan antara pria dan wanita boleh dikatakan cukup bebas. Karena itu dibebankan kepada sikap pribadi masing-masing, teristimewa dalam memilih jodoh. Namun cara yang terbaik biasanya ada orang ketiga terutama dari pihak si gadis selalu mendampinginya. Ini kita harus mengenal batas dan waktu, serta keluarga masing-masing. Jangan sampai mencurigakan seolah-olah mempermainkan gadis di depan mata kaum keluarganya. Jika sindiran dan nasihat tak mempan, maka pasti ada orang yang menuntut malu. Melanggar adat akan dituntut oleh adat.
2.h. Terhadap orang tua maupun sesepuh kampung mereka selamanya dihargai dan dihormati selama hidupnya. Orang merasa aib besar jika tidak memberi tempat kepada mereka. Tempat duduk dalam rapat, kenduri, ketika makan dan berbicara, memberi nasihat kepada pengantin dan dalam menyelesaikan pertikaian antar keluarga. Sungguh sesuatu keaiban bagi anak yang durhaka kepada orang tua dan para sesepuh.
2.i. Terhadap tamu atau pendatang :
"Potong Pantan" dan "Natas Banyang" bukti adat kebiasaan cara menghargai dang menghormati tamu. Orang merasa malu bila tidak dapat memberi kesan baik, maupun tutur kata dan pelayanan bila rumahnya kedatangan tamu. Mereka akan selalu berusaha agar tamu merasa seolah olah dirumah sendiri. Sekarang tergantung pada sikap si tamu ramah atau angkuh dan sombong. Bila tamu murah hatinya, separuh kehidupan mereka akan mereka serahkan kepada kita.
2.j. Ciri khas watak :
Pada umumnya sangat menyukai seni dan bahasa satra asli, lemah lembut bertutur kata, suka merendah-rendah dalam berbicara ceplas ceplos dan terus terang bila sudah mengenal teman bicara. Agak mudah percaya, bila tertipu jadi pendendam. Sekali-kali sangat mempertahankan harga diri.
3. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi :
Semangat "Anrau Iram Suluk Matu" dalam susah dan senang. Setiap pekerjaan selalu melalui musyawarah. Patuh dan taat pada apa yang diyakini, mematuhi pimpinan dan mau berkorban demi kehormatan, keamanan dan kesejahteraan bersama. Nama kelompok masih dijunjung tinggi.
4.a. Peranan adat dan tabu/larangan yang harus dihindari:
Pada umumnya peranan adat masih ditaati sampai mati, kecuali ajaran barulah yang melemahkan mereka. melanggar adat berarti akan menerima bencana dan kehancuran untuk umum. Semangat Suruk Samah, Ngulung Maku akan menghilangkan rasa bersalah dengan ikhlas. Kesadaran takut akan dikucilkan dari kelompok bila mengabaikan tuntutan adat.
4.b. Semua yang ditabukan sangat dipatuhi, karena sadar akan merugikan keselamatan, kesejahteraan dan keamanan bersama. Pengawasan selalu dilakukan oleh Kepala /Penghulu Adat serta dibantu oleh semua pihak. Namun akhir-akhir ini oleh mereka yang melepaskan kepercayaan dahulu dengan sengaja menginjak dan melanggar segala pantangan yang sudah berurat akar, sehingga menimbulkan kekurang serasian antar mereka dan penganut agama yang baru.
4.c. Sangsi bila melanggar :
Pelanggaran membuat hubungan tidak serasi lagi. Kalau ada yang terjadi, pelanggar harus memenuhi segala tuntutan yang dibebankan oleh adat.
Karena majunya pendidikan, maka kebanyakan merubah agamanya dengan cepat sesuai dengan kebebasan dan pilihan mereka. Kini diduga yang menganut kepercayaan asli sekitar 40 % lagi. Jika anak berubah agama, lambat laun diikuti oleh orang tua. Yang pasti mempercepat perubahan sikap dan arah hidup mereka. Kini Penghulu Adat masih dihargai untuk memutuskan Hukum Adat dalam perkawinan pada orang Kristen, untuk alasan ada kerja sama.
KEHIDUPAN BERAGAMA
1.a. Kepercayaan Asli Dayak Maanyan
Tuhan disebut : Talamana Tuah Hukat (Alatala) sebagai penguasa tertinggi, membawa keselamatan dan kehidupan.
1.b. Hiang Piumung, Nanyu Saniang
merupakan suatu roh yang berasal dari arwah keluarga yang menurut nenek moyang ditentukan tempat tinggalnya, misalnya di Guci, sedangkan untuk umum biasanya ditetapkan pada tempat tertentu, yang disebut "Panungkulan" atau "Lewu-Nanyu" ini bisa berupa arwah laki-laki atau perempuan yang disebut juga Kariau (Miwit Umpui). Arwah laki-laki disebut "Nanyu" dan perempuan "Ngaliusen".
1.c. Sahabat:
Ini merupakan suatu kepercayaan sebagai pelindung keluarga, misalnya seperti : buaya, macan atau kekuatan-kekuatan lainnya.
1.d. Roh Jahat
atau kekuatan lain diluar yang diatas; untuk penangkal bencana, wabah,dst dilakukan ibubuhan atau menolak bala.
1.e. Upacara Buntang
merupakan upacara syukuran, baik setelah upacara kematian maupun upacara syukuran atas keberhasilan panen serta keselamatan kampung. Semua upacara melibatkan kepentingan bersama, ini berarti penduduk merasa kebersamaan yang mengikat hubungan lahir batin dalam susah senang secara gotong royong.
2.a. Susunan Masyarakat Agama :
Terdiri dari para Wadian (dukun) menurut peranannya masing-masing. Untuk keperluan kehidupan dan upacara kematian. Pada umumnya pelaksanaan upacara ini terdiri dari kaum wanita, melalui "Tumang Katuh" (Pelantikan Wadian/dukun) baru kemudian disebut "Rampu" atau "Pamungkur" atau berarti ahlinya.
2.b. Wadian Matei ; bertugas untuk memanggil, memanjatkan doa untukarwah orang yang telah meninggal dunia untuk menghadap Datu Tunjung.
2.c. Menurut tujuan dan tugasnya Wadian/dukun terdiri atas :
Wadian Welum yang khusus mendoakan atau mengobati serta menolak bala yang mengganggu orang masih hidup, seperti :
- Wadian Amun Rahu - Wadian Tapu Unru - Wadian Dadas - Wadian Bawo - Wadian Dusun - Wadian Diwa
2.d. Hubungan Wadian (Balian) dengan pimpinan agama sangat erat dengan penghulu dan kepala kampung yang disesuaikan dengan tugas serta peranan masing-masing.
Kepala Kampung mengurus, mengatur keamanan dan pemerintahan kampung, sedangkan pimpinan agama mengatur upacara agama.
3. Pandangan Masyarakat Dayak :
a. Dari "Tutur Mula Alah" maka penciptaan alam semesta, termasuk manusia, hewan, dan segala isinya dijadikan serempak pada satu saat. Tuha Hukat Talamana mendiami langit lapis ke-10. Sedangkan Sawalang Gantung di lapisan langit ke-8 dan ke-9.
b. Allah telah disebut Tuha Hukat Talamana menurunkan Sawalang Gantung ke bumi dan kawin dengan Ungkup Batu, beranak duabelas orang dan menjadi dewa.
c.Tersebut diatas peranan Balian merupakan penghantar makhluk/manusia dengan dewa, diteruskan ke Tuha Hukat Talamana. Ini dapat terjadi dengan menabur beras, minyak dan kemenyan sebagai alat memanggil di atas sesaji, tarian, musik, mantera (mamang) yang berisikan doa dan syukur.
d. Dewa menguasai kayu, rotan dan sebagainya, dimana Nabe menguasai manusia, tanah dan angin. Nanyu Manulun menjadi pelindung dan dewa perang, Kariau menguasai padi, burung dan binatang-binatang hutan. Pada umumnya orang dayak berusaha agar hubungan dengan Pencipta selalu ada agar menerima keselamatan di dunia dan akhirat.
Tetapi di dunia masih banyak roh-roh yang mendatangkan malapetaka, penyakit, sampar, kelaparan, dan bencana-bencana lain. Yang diluar kemampuan mengatasinya, mereka menganggap kesalahan manusia. Kemarahan itu datang dariroh-roh yang mereka sembah. Roh itu ada dimana-mana dan mempunyai tempat masing-masing. Misalnya pada pohon, hutan, batu, lubuk, danau, pulau dst.
Disamping yang diketahui dan ditunjuk tempatnya, yakni roh padi di lumbung, roh puputan (alat penempa padi), patung dan rumah-rumah.
Untuk roh jahat dan serba magis harus diusahakan perdamaian, juru damai adalah Balian atau dukun.
4.a. Untuk mendapat keamanan, ketentraman, kesehatan dan kebahagiaan tidak ada jalan lain kecuali mentaati hukum adat dan menyelaraskan dengan sekitarnya, yang nampak maupun yang tidak nampak.
4.b. Hanya dengan ketaatan dan kepatuhan diatas dapat bekerja dengan tentram tanpa halangan hingga meninggal, sehingga arwah dapat mencapai ke Datu Tunjung.
4.c. Kematian memang suatu kemalangan, karenanya harus memenuhi upacara-upacara kematian sesuai dengan tata caranya serta syarat untuk keluarga yang meninggal, agar perjalanan menuju Datu Tunjung menjadi mulus.
Nanyu Saniang tersebut dapat turun ke dunia untuk membantu keluarga sehingga persatuan berlaku abadi.
Karena sebab itu pada umumnya kuburan disuatu tempat dengan perkataan lain di akhirat nanti berkumpul lagi.
5. Pengaruh Agama Islam dan Kristen
Setelah perang dunia ke-2 dan kemerdekaan semakin terasa untuk kepercayaan suatu suku dayak.
Hubungan ekonomi dan kemasyarakatan saat ini cukup bagus, bahkan ke masalah perkawinan antara umat Kristen dan Islam.
Namun bila menjadi Islam hubungan kekerabatan menjadi kurang serasi, disebabkan karena perbedaan bahasa, adat dan kebudayaan dihilangkan. Sedangkan hubungan dengan umat Kristen baik, tetapi orang dayak maanyan asli sukar memahami karena menurut kepercayaan Kristen hanya satu Tuhan Yang disembah,serta sukar membuang kepercayaan-kepercayaan dan adat istiadat yang menjadi milik mereka. Dari pihak Kristen juga kadang-kadang kurang pandai menyesuaikan diri, misalnya cuma bisa mencela tanpa memberi penjelasan yang akurat.
Penghujung abad ke 18 Belanda dapat dengan mudah berkuasa atas kelompok yang sangat mencintai kedamaian dan ketentraman ini. Kemudian diikuti oleh penyebaran agama Kristen Protestan. Masih pada ujung abad itu sudah ada diantara penduduk yang dibaptis oleh Pendeta Tromp dari Zending Bremen. Agama Kristen merambat masuk melalui Kuala Kapuas. Misi itu diikuti dengan mendirikan gedung gereja di Tamianglayang tahun 1933 dan sekolah Rakyat di beberapa kampung. Semula menempati Kampung Beto, kemudian Murutuwu, akan tetapi kampung tersebut menolak misi itu.
Dengan dibukanya sekolah tadi maka daerah ini menerima perubahan yang sangat berarti. Melalui pendidikan kemudian, orang Maanyan mulai masuk dan menjadi Kristen yang dikenal dengan "Ulun Ungkup", sedang yang menjadi Islam karena perkawinan dan hal lain disebut "Ulun Hakei".
kata Maanyan masih simpang siur mengartikannya. "Ma" artinya ke dan "anyan" berarti tanah kering dan berpasir. Jadi orang yang mendiami tanah kering dan berpasir, tetapi ada juga yang berpendapat dan mengartikan, ialah orang yang mendiami Gusung Kadumanyan.
Kelompok ini sudah mengenal bertani ladang dengan memperhatikan bintang "Awahat". Mata pencaharian lain yakni berburu, menangkap ikan, membuat perahu dan lain-lain. Ketika ini tetap berladang, berkebun karet, rotan dan buah-buahan dan berternak babi. Jika dahulu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sekarang sudah merupakan tambahan nilai ekonomis.
Sebelum perang dunia kedua sudah banyak keluar untuk mencari lahan baru dan lebih subur. Disamping hutan merupakan sumber usaha tambahan. Mengumpulkan hasil hutan dan usaha membuat perahu. Karena hutan semakin menipis, maka pertanda kemunduran bagi hidup dan kehidupan mereka. Kemana lagi? kini lebih 40% menjadi buruh dan pegawai meninggalkan tempat asal mereka, menyebar kemana-mana.
1b. Suku Dayak Maanyan tidak mengenal raja. Pemimpin merupakan Kepala Suku. Yang menjadi pemimpin karena kecakapan, jujur, adil, dan berani. Pemimpin yang lalim tak akan terpilih. Pemilihan melalui musyawarah kemudian didudus atau dinobatkan. Di dalam pendudusan ia harus berjanji berlaku jujur dan adil.Pemimpin tertinggi disebut Damung merangkap Uria. mengatur pemerintahan merangkap menjadi Panglima atau orang kebal,menjaga keamanan. Penghulu atau Kepala Adat mengatur jalan dan ketaatan Hukum Adat. Balian atau Wadian melaksanakan kepercayaan. Pada waktu ini hanya ada Kepala Adat dengan beberapa orang anggotanya terdiri dari Mantir dang Penghulu, termasuk para Balian. Sedangkan Kampung dipimpin oleh Kepala Kampung. Kepala Kampung sekarang lebih terpilih dari kehendak Pemerintah ketimbang pilihan rakyatnya.
2.a. Kepala Adat dan Penghulu bertanggung jawab dibidang Adat, melaksanakan, mengatur agar tidak salah menurut kebiasaan adat. Dalam pelaksanaan selalu melalui musyawarah termasuk harus disaksikan oleh Kepala Kampung.
2.b. Pada Suku Dayak Maanyan sejak anak masih di dalam kandungan ada upacaranya : Naranang bila anak dalam rahim sudah meningkat 7 bulan, terutama pada kelahiran atau kehamilan yang pertama kali. Kemudian ada upacara "Malas Bidan" dan memberi nama berlaku sesudah tanggal tali pusat si bayi. Dan ada lagi pesta "Nganrus ia" atau "Mubur Walenun"atau pesta turun mandi. Ketiga upacara tersebut selamanya memakai Balian.
2.c. Masalah perkawinan : Orang Maanyan memandang perkawinan itu luhur dan suci, karenanya diusahakan semeriah mungkin, memenuhi segala ketentuan adat yang berlaku. Dibebani dengan persyaratan yang harus diindahkan. Pada dasarnya Suku Dayak Maanyan tidak menyukai Poligami. Diusahakan pasangan yang seimbang, tidak sumbang. Perkawinan yang terbaik jika melalui kesepakatan antara kedua orang tua. Kebanyakan perkawinan masa lalu diusahakan oleh orang tua. Kini kebebasan memilih sudah tidak menjadi soal lagi. Dahulu yang menjadi ukuran orang tua, turunan, perilaku, rajin, dan terampil bekerja dirumah atau di ladang. Untuk wanita harus pandai memasak, menganyam dan kerajinan lain didalam rumah tangga. Sekarang sesuai dengan kebebasan mereka, serta sejauh rasa tanggung jawab masing-masing.
Tahap pertama keinginan kedua belah pihak disetujui oleh orang tua masing-masing, kemudian bisik kurik, pertunangan atau peminangan, menentukan waktu terbaik dan biayanya. Sedangkan biaya pada waktu ini ditetapkan ditanggung bersama, tidak seperti dahulu sangat ditentukan oleh pihak wanita.
Pesta perkawinan yang agak besar disebut "Nyumuh Wurung Jue" yakni meriah dan bergengsi. Bila perkawinan ini sumbang harus disediakan Hukum Adat "Panyameh Tutur" supaya bisa diselesaikan. Hampir semua orang pasti menghendaki cara perkawinan yang terbaik yakni melalui "Tunti-Tarutuh" atau jalan meminang si gadis.
Cara-cara lain yang kurang terhormat yaitu melalui "Ijari" cara "Mudi" dan cara yang tidak terpuji melalui "Sihala", "Mangkau" dan cara kawin "Lari"
2.c. Kematian bagi setiap orang sungguh mengerikan, menyedihkan dan menakutkan sebab harus berpisah dengan kaum keluarga yang dicintai dan disayangi. Namun semua harus diselesaikan sesuai adat dan rukun kematian itu sendiri. Meskipun yang meninggal karena karam atau mati di negeri lain, upacaranya tanpa jasad tetapi sudah cukup dengan pakaian, rambut atau kuku si mati. Upacaranya disesuaikan dengan kemampuan keluarga, meskipun semua pekerjaan maupun biayanya didapat dari sumbangan dan bantuan seluruh keluarga bahkan oleh penduduk kampung.
Upacara kematian yang lengkap disebut Marabia, Ijambe dan Ngadaton untuk tingkat terhormat. Harus dilaksanakan secara lengkap menurut adat agar sampai ke Datu Tunyung (sorga). Bila tidak arwah atau adiau bisa gentayangan tidak sampai ke tempat tujuan.
Balian atau Wadian Matei sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang berliku-liku agar sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan, kecukupan tak berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras, beras pulut, jelai, telur, ayam kecil dan besar, babi bahkan kerbau.
Lama pelaksanaan dari satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia, untuk Ngadaton dan Ijambe ada nama tambahan lagi.
Pelaksanaan upacara siang malam dapat selesai berkat kegotongroyongan dan semangat kebersamaan yang tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya, tenaga dan waktu maupun perhitungan ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu Tunyung. Perbuatan kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan dengan arwah lain yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia karena menjadi bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang telah meninggal mendahului mereka.
2.d. Sebelum memulai tahun perladangan, segala upacara untuk masalah kematian dan upacara syukuran harus sudah selesai dilaksanakan. Jika tidak, sangat berbahaya dan merugikan untuk keselamatan keluarga seisi kampung dan padi yang akan ditanam. Semua upacara harus ditutup mengadakan "Ipaket" atau "Ibubuhan" dengan tujuan menolak bala bencana untuk tahun depan. Semua roh jahat harus diberi bagian, agar dapat bekerja dengan tenteram dan keluarga dijauhkan dari sampar dan sebagainya. Upacara diadakan pada malam hari penuh seperti Nyepi di Bali. Artinya, tidak membunuh, tidak memotong kayu/pohon, menumbuk dan membuat ingar bingar di kampung sehari penuh.
2.e. Adat istiadat dalam keluarga :
Orang tua sangat berperan dan menentukan di dalam keluarga. Dalam hal ini juga dapat dibantu oleh Kakah atau Itak. perilaku, tutur kata dengan contoh dan teladan demikian belajar bekerja untuk menolong orang tua sangat diutamakan. menanam rasa hormat dan taat serta tertib menggunakan waktu, pagi buta sudah ke kebun atau ke ladang, pulang bila hari sudah gelap. Sebutir padi tak boleh jatuh ke tanah, sebiji nasi tak boleh jatuh ke tikar dan bangun harus mendahului margasatwa di hutan. Menjawab kata suara lembut, lewat didepan orang tua harus membungkuk. yang kakak melindungi dan dihormati dan adik harus menghargai.
Kakak laki-laki akan menjadi "Usbah Bungkut" yakni melindungi harta milik yang ada di luar rumah. Sedangkan jika kakak perempuan harus menuntun adik-adiknya dan melatih menjadi pemimpin di dalam rumah. Dia disebut "Taragaan" tugasnya menjaga, memelihara milik dan harta di dalam rumah. Hormat dan kepatuhan terjaga sejauh mana "Uruk ajar" oleh orang tua mereka. Bila melanggar nasihat dan ajaran oran tua dia akan menerima : Panalaen, kuta dusa dulat dan segalamacam bencana dari Talamana. Ini diartikan sama dengan hukum karma, hanya saja dosa yang besar, bila disebut mati tidak diterima bumi.
Orang Dayak Maanyan memandang kedudukan dan martabat anak laki dan perempuan sama.
2.f. Soal Warisan :
Sebab kedudukan anak laki-laki sama dengan perempuan, maka pembagian berupa waris sama. Bila orang tua merasa perlu, harta kekayaan, tanah dan kebun sudah dapat ditentukan lebih dahulu dan dihadapi oleh "Usbah Pulau". Jarang terjadi suara Usbah Bungkut diingkari oleh saudara-saudaranya. Kerukunan dan musyawarah adalah merupakan kekayaan sebagian besar keluarga Dayak Maanyan, dimana keadilan sangat dijunjung tinggi.
2.g. Pergaulan antara pria dan wanita boleh dikatakan cukup bebas. Karena itu dibebankan kepada sikap pribadi masing-masing, teristimewa dalam memilih jodoh. Namun cara yang terbaik biasanya ada orang ketiga terutama dari pihak si gadis selalu mendampinginya. Ini kita harus mengenal batas dan waktu, serta keluarga masing-masing. Jangan sampai mencurigakan seolah-olah mempermainkan gadis di depan mata kaum keluarganya. Jika sindiran dan nasihat tak mempan, maka pasti ada orang yang menuntut malu. Melanggar adat akan dituntut oleh adat.
2.h. Terhadap orang tua maupun sesepuh kampung mereka selamanya dihargai dan dihormati selama hidupnya. Orang merasa aib besar jika tidak memberi tempat kepada mereka. Tempat duduk dalam rapat, kenduri, ketika makan dan berbicara, memberi nasihat kepada pengantin dan dalam menyelesaikan pertikaian antar keluarga. Sungguh sesuatu keaiban bagi anak yang durhaka kepada orang tua dan para sesepuh.
2.i. Terhadap tamu atau pendatang :
"Potong Pantan" dan "Natas Banyang" bukti adat kebiasaan cara menghargai dang menghormati tamu. Orang merasa malu bila tidak dapat memberi kesan baik, maupun tutur kata dan pelayanan bila rumahnya kedatangan tamu. Mereka akan selalu berusaha agar tamu merasa seolah olah dirumah sendiri. Sekarang tergantung pada sikap si tamu ramah atau angkuh dan sombong. Bila tamu murah hatinya, separuh kehidupan mereka akan mereka serahkan kepada kita.
2.j. Ciri khas watak :
Pada umumnya sangat menyukai seni dan bahasa satra asli, lemah lembut bertutur kata, suka merendah-rendah dalam berbicara ceplas ceplos dan terus terang bila sudah mengenal teman bicara. Agak mudah percaya, bila tertipu jadi pendendam. Sekali-kali sangat mempertahankan harga diri.
3. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi :
Semangat "Anrau Iram Suluk Matu" dalam susah dan senang. Setiap pekerjaan selalu melalui musyawarah. Patuh dan taat pada apa yang diyakini, mematuhi pimpinan dan mau berkorban demi kehormatan, keamanan dan kesejahteraan bersama. Nama kelompok masih dijunjung tinggi.
4.a. Peranan adat dan tabu/larangan yang harus dihindari:
Pada umumnya peranan adat masih ditaati sampai mati, kecuali ajaran barulah yang melemahkan mereka. melanggar adat berarti akan menerima bencana dan kehancuran untuk umum. Semangat Suruk Samah, Ngulung Maku akan menghilangkan rasa bersalah dengan ikhlas. Kesadaran takut akan dikucilkan dari kelompok bila mengabaikan tuntutan adat.
4.b. Semua yang ditabukan sangat dipatuhi, karena sadar akan merugikan keselamatan, kesejahteraan dan keamanan bersama. Pengawasan selalu dilakukan oleh Kepala /Penghulu Adat serta dibantu oleh semua pihak. Namun akhir-akhir ini oleh mereka yang melepaskan kepercayaan dahulu dengan sengaja menginjak dan melanggar segala pantangan yang sudah berurat akar, sehingga menimbulkan kekurang serasian antar mereka dan penganut agama yang baru.
4.c. Sangsi bila melanggar :
Pelanggaran membuat hubungan tidak serasi lagi. Kalau ada yang terjadi, pelanggar harus memenuhi segala tuntutan yang dibebankan oleh adat.
Karena majunya pendidikan, maka kebanyakan merubah agamanya dengan cepat sesuai dengan kebebasan dan pilihan mereka. Kini diduga yang menganut kepercayaan asli sekitar 40 % lagi. Jika anak berubah agama, lambat laun diikuti oleh orang tua. Yang pasti mempercepat perubahan sikap dan arah hidup mereka. Kini Penghulu Adat masih dihargai untuk memutuskan Hukum Adat dalam perkawinan pada orang Kristen, untuk alasan ada kerja sama.
KEHIDUPAN BERAGAMA
1.a. Kepercayaan Asli Dayak Maanyan
Tuhan disebut : Talamana Tuah Hukat (Alatala) sebagai penguasa tertinggi, membawa keselamatan dan kehidupan.
1.b. Hiang Piumung, Nanyu Saniang
merupakan suatu roh yang berasal dari arwah keluarga yang menurut nenek moyang ditentukan tempat tinggalnya, misalnya di Guci, sedangkan untuk umum biasanya ditetapkan pada tempat tertentu, yang disebut "Panungkulan" atau "Lewu-Nanyu" ini bisa berupa arwah laki-laki atau perempuan yang disebut juga Kariau (Miwit Umpui). Arwah laki-laki disebut "Nanyu" dan perempuan "Ngaliusen".
1.c. Sahabat:
Ini merupakan suatu kepercayaan sebagai pelindung keluarga, misalnya seperti : buaya, macan atau kekuatan-kekuatan lainnya.
1.d. Roh Jahat
atau kekuatan lain diluar yang diatas; untuk penangkal bencana, wabah,dst dilakukan ibubuhan atau menolak bala.
1.e. Upacara Buntang
merupakan upacara syukuran, baik setelah upacara kematian maupun upacara syukuran atas keberhasilan panen serta keselamatan kampung. Semua upacara melibatkan kepentingan bersama, ini berarti penduduk merasa kebersamaan yang mengikat hubungan lahir batin dalam susah senang secara gotong royong.
2.a. Susunan Masyarakat Agama :
Terdiri dari para Wadian (dukun) menurut peranannya masing-masing. Untuk keperluan kehidupan dan upacara kematian. Pada umumnya pelaksanaan upacara ini terdiri dari kaum wanita, melalui "Tumang Katuh" (Pelantikan Wadian/dukun) baru kemudian disebut "Rampu" atau "Pamungkur" atau berarti ahlinya.
2.b. Wadian Matei ; bertugas untuk memanggil, memanjatkan doa untukarwah orang yang telah meninggal dunia untuk menghadap Datu Tunjung.
2.c. Menurut tujuan dan tugasnya Wadian/dukun terdiri atas :
Wadian Welum yang khusus mendoakan atau mengobati serta menolak bala yang mengganggu orang masih hidup, seperti :
- Wadian Amun Rahu - Wadian Tapu Unru - Wadian Dadas - Wadian Bawo - Wadian Dusun - Wadian Diwa
2.d. Hubungan Wadian (Balian) dengan pimpinan agama sangat erat dengan penghulu dan kepala kampung yang disesuaikan dengan tugas serta peranan masing-masing.
Kepala Kampung mengurus, mengatur keamanan dan pemerintahan kampung, sedangkan pimpinan agama mengatur upacara agama.
3. Pandangan Masyarakat Dayak :
a. Dari "Tutur Mula Alah" maka penciptaan alam semesta, termasuk manusia, hewan, dan segala isinya dijadikan serempak pada satu saat. Tuha Hukat Talamana mendiami langit lapis ke-10. Sedangkan Sawalang Gantung di lapisan langit ke-8 dan ke-9.
b. Allah telah disebut Tuha Hukat Talamana menurunkan Sawalang Gantung ke bumi dan kawin dengan Ungkup Batu, beranak duabelas orang dan menjadi dewa.
c.Tersebut diatas peranan Balian merupakan penghantar makhluk/manusia dengan dewa, diteruskan ke Tuha Hukat Talamana. Ini dapat terjadi dengan menabur beras, minyak dan kemenyan sebagai alat memanggil di atas sesaji, tarian, musik, mantera (mamang) yang berisikan doa dan syukur.
d. Dewa menguasai kayu, rotan dan sebagainya, dimana Nabe menguasai manusia, tanah dan angin. Nanyu Manulun menjadi pelindung dan dewa perang, Kariau menguasai padi, burung dan binatang-binatang hutan. Pada umumnya orang dayak berusaha agar hubungan dengan Pencipta selalu ada agar menerima keselamatan di dunia dan akhirat.
Tetapi di dunia masih banyak roh-roh yang mendatangkan malapetaka, penyakit, sampar, kelaparan, dan bencana-bencana lain. Yang diluar kemampuan mengatasinya, mereka menganggap kesalahan manusia. Kemarahan itu datang dariroh-roh yang mereka sembah. Roh itu ada dimana-mana dan mempunyai tempat masing-masing. Misalnya pada pohon, hutan, batu, lubuk, danau, pulau dst.
Disamping yang diketahui dan ditunjuk tempatnya, yakni roh padi di lumbung, roh puputan (alat penempa padi), patung dan rumah-rumah.
Untuk roh jahat dan serba magis harus diusahakan perdamaian, juru damai adalah Balian atau dukun.
4.a. Untuk mendapat keamanan, ketentraman, kesehatan dan kebahagiaan tidak ada jalan lain kecuali mentaati hukum adat dan menyelaraskan dengan sekitarnya, yang nampak maupun yang tidak nampak.
4.b. Hanya dengan ketaatan dan kepatuhan diatas dapat bekerja dengan tentram tanpa halangan hingga meninggal, sehingga arwah dapat mencapai ke Datu Tunjung.
4.c. Kematian memang suatu kemalangan, karenanya harus memenuhi upacara-upacara kematian sesuai dengan tata caranya serta syarat untuk keluarga yang meninggal, agar perjalanan menuju Datu Tunjung menjadi mulus.
Nanyu Saniang tersebut dapat turun ke dunia untuk membantu keluarga sehingga persatuan berlaku abadi.
Karena sebab itu pada umumnya kuburan disuatu tempat dengan perkataan lain di akhirat nanti berkumpul lagi.
5. Pengaruh Agama Islam dan Kristen
Setelah perang dunia ke-2 dan kemerdekaan semakin terasa untuk kepercayaan suatu suku dayak.
Hubungan ekonomi dan kemasyarakatan saat ini cukup bagus, bahkan ke masalah perkawinan antara umat Kristen dan Islam.
Namun bila menjadi Islam hubungan kekerabatan menjadi kurang serasi, disebabkan karena perbedaan bahasa, adat dan kebudayaan dihilangkan. Sedangkan hubungan dengan umat Kristen baik, tetapi orang dayak maanyan asli sukar memahami karena menurut kepercayaan Kristen hanya satu Tuhan Yang disembah,serta sukar membuang kepercayaan-kepercayaan dan adat istiadat yang menjadi milik mereka. Dari pihak Kristen juga kadang-kadang kurang pandai menyesuaikan diri, misalnya cuma bisa mencela tanpa memberi penjelasan yang akurat.
Sekilas Tentang Dayak Maanyan
Suku Dayak Maanyan merupakan salah satu dari bagian subsuku Dayak dan juga merupakan salah satu dari suku-suku Dusun (Kelompok Barito bagian Timur) sehingga disebut juga Dusun Maanyan. Suku-suku Dusun termasuk golongan rumpun Ot Danum, salah satu rumpun suku Dayak sehingga disebut juga Dayak Maanyan. Suku Maanyan mendiami bagian timur Kalimantan Tengah terutama di kabupaten Barito Timur dan sebagian kabupaten Barito Selatan yang disebut Maanyan I. Suku Maanyan juga mendiami bagian utara Kalimantan Selatan tepatnya di Kabupaten Tabalong yang disebut Dayak Warukin. Dayak Balangan (Dusun Balangan) yang terdapat di Kabupaten Balangan dan Dayak Samihim yang terdapat di Kabupaten Kotabaru juga digolongkan ke dalam suku Maanyan. Suku Maanyan di Kalimantan Selatan dikelompokkan sebagai Maanyan II.
Suku Maanyan merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 2,80% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Maanyan tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus 1930.
Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860 yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.
Menurut situs "Joshua Project" suku Maanyan berjumlah 71.000 jiwa.
Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa sub-etnis. Suku ini terbagi menjadi 7 subetnis, di antaranya:
Suku Maanyan merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 2,80% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Maanyan tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus 1930.
Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860 yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.
Menurut situs "Joshua Project" suku Maanyan berjumlah 71.000 jiwa.
Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa sub-etnis. Suku ini terbagi menjadi 7 subetnis, di antaranya:
- Maanyan Patai
- Maanyan Paku
- Maanyan Paju Epat (murni)
- Maanyan Dayu
- Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar)
- Maanyan Jangkung (ada pengaruh Banjar)
- Maanyan Benua Lima/Paju Lima (ada pengaruh Banjar)
- Maanyan Warukin (ada pengaruh Banjar)
- dan lain-lain.
Kota Kecilku Muara Teweh
Asal Nama Muara Teweh
Yang perlu dijelaskan lebih jauh di sini adalah bagaimana asal muasal-muasal nama Muara Teweh itu sendiri. Seacara harfiah, Tumbang berarti Muara dan Tiwei Artinya mudik dan juga identik dengan nama ikan kecil Seluang Tiwei, yang biasanya selalu mudik ke sungai Barito setiap tahun.
Sebagaimana artinya, Tiwei yang berati mudik, maka Sungai Tiwei yang bermuara di Sungai Barito, arusnya mudik melawan arus Sungai Barito dan kemudian baru balik mengikuti arus ke selatan.
Penyebutan Tumbang Tiwei yang kemudian menjadi Muara Teweh terjadi karena pola sebutan penyeragaman kota se Kalimantan Tengah oleh Belanda pada saat itu. Seperti halnya Tumbang Kapuas disebut Kuala Kapuas, Tumbang Kurun disebut Kuala Kurun, Tumbang Pembuang disebut Kuala Pembuang dan Tumbang Montallat disebut Muara Montallat, dan lain-lain.
Dari persfektif rumpun bahasa Dusun Barito, maka asal nama kota Tumbang Tiwei yang kemudian berubah menjadi Muara Teweh, dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Dalam kumunitas Suku Bayan Dusun Pepas, disebut Nangei Tiwei (Nangei=Tumbang, Muara; Tiwei=Ikan Seluang Tiwei).
- Pada komunikasi Suku Bayan Bintang Ninggi, disebut Nangei Musini (Nangei Musini=Muara Musini).
- Pada Komunitas Suku Dusun Taboyan Malawaken, disebut Ulung Tiwei (Ulung Tiwei= Muara Tiwei, di mana Ulung Tiwei ini merupakan rumpun bahasa sebelah Timur/Mahakam. Misalnya, Ulung Ngiram disingkat Long Ngiram, jadi Ulung Tiwei disingkat Long Tiwei).
- Pada komunitas Dusun Bakumpai/Kapuas, disebutkan Tumbang Tiwei (Tumbang Tiwei= Muara Tiwei, yang kemudian oleh kolonial Belanda dimelayukan menjadi Muara Teweh).
- Lebih Jauh, penyebutan nama kota Muara Teweh yang berasal dari kata Tumbang Tiwei tersebut tampaknya sejalan adanya suku-suku Dusun Barito Utara, seperti dikutip dari buku “Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan”, karya Tjilik Riwut (Mantan Gubernur Kalimantan Tengah).
Pada masa lalu, banyak rumah betang sebagai tempat tinggal komunitas penduduk barito utara. Diantaranya rumah betang Lebo Lalatung Tour, Pendreh, Bintang Ninggi, Lemo, Lebo Tanjung Layen, Butong, Lanjas, Nihan, Papar Pujung dan Konut Tanah Siang (Mukeri Inas, et.al ;2004).
Rumah Betang dan komunitas penduduk yang menjadi dasar cikal-bakal bagi komunitas Muara Teweh, yakni Juking Hara dan Tanjung Layen dengan beberapa ciri pertanda peninggalan sejarahnya masing-masing. Juking Hara dan daerah sekitarnya adalah tempat dikuburkannya Tumenggung Mangkusari, tempat peristiwa Bukit Bendera dan Kuburan Belanda serta tempat didirikannya benteng belanda untuk pertama kalinya Tahun 1865. Sedangkan Lebo Tanjung Layen (Lebo Tanjung Kupang) tempat kedudukan kota Muara Teweh sekarang, yakni di sekitar Masjid Jami Muara Teweh, dengan sungai Kupang yaitu sungai yang membelah Simpang Merdeka dan Simpang Perwira yang ada hingga saat ini.
Kantor Bupati Barito Utara jl. A. Yani Muara Teweh
Taman Bundaran Air Mancur berlokasi tepat di jantung Kota muara Teweh.....
Taman tugu Kota...
Lokasi di tepian sungai Barito, depan pasar pendopo jl. Panglima Batur Muara Teweh
Tugu bersejarah bagi Kabupaten Barito Utara
Taman Bundaran Buah Jl. yani Muara Teweh
Durian, Manggis dan cempedak...buah khas Kota Muara Teweh
Taman Budaran Patung Nelayan Malunta (menjala)....
Kebiasaan masyarakat dipinggiran sungai barito menjala (melunta) ikan saluang mudik di sungai Barito....
Foto udara kota Muara Teweh.
Profil Kabupaten Barito Utara
Data Kabupaten Barito Utara
Nama Daerah | : | Kabupaten Barito Utara |
Ibukota | : | Muara Teweh |
Provinsi | : | Kalimantan Tengah |
Berdiri | : | 29 Juni 1950 |
Motto | : | Iya Mulik Bengkang Turan |
Posisi | : | 114o 27’ 00” – 115o 49’ 00” Bujur Timur dan 0o 58’ 30” Lintang Utara – 1o 26’ 00” Lintang Selatan |
Batas Wilayah | ||
Sebelah Utara | : | Berbatasan dengan Kabupaten Murung Raya dan Provinsi Kalimantan Timur |
Sebelah Selatan | : | Berbatasan dengan Barito Selatan dan Provinsi Kalimantan Selatan. |
Sebelah Timur | : | Berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Selatan |
Sebelah Barat | : | Berbatasan dengan Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Gunung Mas. |
Luas Wilayah | : | 8.300 KM2 / 830.000 Ha |
Jumlah Penduduk | : | 105.236 jiwa (2008) |
Jumlah Kecamatan | : | 6 Kecamatan |
Jumlah Kelurahan | : | 10 Kelurahan |
Jumlah Desa | : | 93 Desa |
Langganan:
Postingan (Atom)